Ketahanan Energi memiliki peran penting dalam menjaga Ketahanan maupun
Stablilitas Nasional. Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber
daya alam namun sangat ironis. Hal tersebut akibat masih banyak daerah
yang kekurangan pasokan energi khususnya energi listrik, sedangkan
berbagai macam sumber energi tersedia dan dihasilkan dari perut bumi
Indonesia.
Semua ada di depan mata, menunggu dimanfaatkan. Ambil contoh, dari 75 ribu megawatt potensi listrik bertenaga air, baru sekitar 6% yang terpakai. Tenaga panas bumi juga baru sekitar 4% digunakan. Ironisnya, Pulau Jawa yang mendapatkan prioritas pasokan listrik bahkan diperkirakan mengalami krisis listrik dalam empat tahun mendatang. Bisa dibayangkan, kegelapan akan terlebih dahulu menghinggapi wilayah lainnya.
Energi merupakan bahan bakar derap langkah pembangunan. Dengan tenaga yang hidup segan mati tak mau, jelas Indonesia akan terseok-seok mengejar pertumbuhan ekonomi 7% yang dicanangkan untuk lima tahun mendatang. Bila tidak ingin target pertumbuhan berubah menjadi khayalan, pemerintah harus bergerak cepat membangun pembangkit-pembangkit listrik baru. Target menambah 35 ribu megawatt pasokan listrik memang telah ditetapkan pemerintahan Joko Widodo. Itu sebuah target ambisius yang cukup mengundang keraguan.
Bila menengok ke belakang, rezim pemerintah sebelumnya mencanangkan dua tahap program percepatan pembangunan pembangkit listrik 10 ribu megawatt. Total 20 ribu megawatt yang ditargetkan. Namun, dalam tempo 10 tahun, daya yang bisa ditambah masih kurang dari separuhnya atau tak sampai 10 ribu megawatt. Banyak hal yang menghambat, mulai dari pembebasan lahan, produksi listrik yang kurang efisien, sampai harga yang tidak cukup memberikan keuntungan bagi investor.
Kini, 35.000 megawatt yang menjadi sasaran dan dengan tempo yang lebih pendek. Kendala-kendala yang sama tetap menghadang, tetapi bukan tidak mungkin target itu diwujudkan. Hanya perlu upaya ekstra keras dan tidak berkutat pada wacana. Pemerintah tidak bisa lagi menghentikan langkah kemudian berputar-putar di tempat setiap kali menghadapi kendala. Berlambat-lambat tidak akan membuat krisis listrik datang lebih lambat.
Kerahkan kemampuan riset dan teknologi untuk mengatasi problem efisiensi produksi listrik. Dengan begitu, listrik dapat tersedia dengan harga terjangkau, investor pun tidak merugi. Negeri ini butuh revolusi listrik. Revolusi listrik bukan hanya memecahkan masalah penerangan rumah, jalan, dan pengoperasian mesin industri. Listrik bahkan bisa menjadi jawaban atas kebutuhan energi secara luas.
By Winda Rachelina
Semua ada di depan mata, menunggu dimanfaatkan. Ambil contoh, dari 75 ribu megawatt potensi listrik bertenaga air, baru sekitar 6% yang terpakai. Tenaga panas bumi juga baru sekitar 4% digunakan. Ironisnya, Pulau Jawa yang mendapatkan prioritas pasokan listrik bahkan diperkirakan mengalami krisis listrik dalam empat tahun mendatang. Bisa dibayangkan, kegelapan akan terlebih dahulu menghinggapi wilayah lainnya.
Energi merupakan bahan bakar derap langkah pembangunan. Dengan tenaga yang hidup segan mati tak mau, jelas Indonesia akan terseok-seok mengejar pertumbuhan ekonomi 7% yang dicanangkan untuk lima tahun mendatang. Bila tidak ingin target pertumbuhan berubah menjadi khayalan, pemerintah harus bergerak cepat membangun pembangkit-pembangkit listrik baru. Target menambah 35 ribu megawatt pasokan listrik memang telah ditetapkan pemerintahan Joko Widodo. Itu sebuah target ambisius yang cukup mengundang keraguan.
Bila menengok ke belakang, rezim pemerintah sebelumnya mencanangkan dua tahap program percepatan pembangunan pembangkit listrik 10 ribu megawatt. Total 20 ribu megawatt yang ditargetkan. Namun, dalam tempo 10 tahun, daya yang bisa ditambah masih kurang dari separuhnya atau tak sampai 10 ribu megawatt. Banyak hal yang menghambat, mulai dari pembebasan lahan, produksi listrik yang kurang efisien, sampai harga yang tidak cukup memberikan keuntungan bagi investor.
Kini, 35.000 megawatt yang menjadi sasaran dan dengan tempo yang lebih pendek. Kendala-kendala yang sama tetap menghadang, tetapi bukan tidak mungkin target itu diwujudkan. Hanya perlu upaya ekstra keras dan tidak berkutat pada wacana. Pemerintah tidak bisa lagi menghentikan langkah kemudian berputar-putar di tempat setiap kali menghadapi kendala. Berlambat-lambat tidak akan membuat krisis listrik datang lebih lambat.
Kerahkan kemampuan riset dan teknologi untuk mengatasi problem efisiensi produksi listrik. Dengan begitu, listrik dapat tersedia dengan harga terjangkau, investor pun tidak merugi. Negeri ini butuh revolusi listrik. Revolusi listrik bukan hanya memecahkan masalah penerangan rumah, jalan, dan pengoperasian mesin industri. Listrik bahkan bisa menjadi jawaban atas kebutuhan energi secara luas.
By Winda Rachelina
Harus ada pemerataan di bidang energi. Agar kedepannya tidak ada lagi wilayah yang bergejolak akibat kurang meratanya pembangunan energi.
BalasHapuswww.laskarncc.com