Untuk pertama kalinya, dalam sebuah acara seminar, Anies Baswedan
menjelaskan tentang revolusi mental. “Materi yang cukup berat,” kata
Rektor Universitas Paramadina itu membuka seminarnya yang berlangsung di
Wisma Kalla Makassar, Jumat (17/10/2014) pagi.
Menurut pria 45 tahun itu, istilah revolusi mental cukup berat karena
menggabungkan dua kata yang bertolak belakang maknanya. Revolusi selalu
identik dengan gerak cepat, sementara perbaikan mental harus dilakukan
secara bertahap. Karena keduanya digabung, berat jadinya.
Anies pun menyederhanakan makna revolusi mental itu sebagai perubahan mindset. Setiap dari kita, orang Indonesia, harus berpikir out of the box: di luar kebiasaan selama ini.
Sebagai contoh, Anies merasa miris melihat mindset: ada orang baik
yang mau menjadi caleg, justru dilarang. Sementara kalau ada orang yang
terkenal tidak baik mau menjadi caleg, justru dianggap biasa. Mindset
ini harus diubah. Setiap orang Indonesia harus berpartisipasi dalam
politik.
Anies kemudian berpesan, “Orang baik itu kalah bukan karena banyak
orang jahat, tapi karena orang baik lainnya hanya diam.” Diam di sini
tentu dalam artian apatis. “Orang baik harus sibuk-sibuk,” tambah Anies.
Anies kemudian menjadikan Jokowi-JK, Presiden dan Wapres Indonesia
yang akan dilantik, sebagai inspirasi. Dua orang baik itu, kata Anies,
bisa saja kalau mau apatis: Pak JK bisa diam-diam saja di rumahnya
menikmati hidup bersama anak-cucu. Begitu pula Pak Jokowi, sibuk dengan
bisnisnya sendiri yang terlanjur maju.
Tapi karena keduanya mau mengambil amanah untuk membawa Indonesia
lebih hebat, “kenapa kita tidak bantu?” Tanya Anies. Rakyat Indonesia
harus turut berpartisipasi membangun negaranya. Jangan cuma mau menjadi
penonton.
Pak Anies harusnya segera menyadari bahwa dunia pendidikan yang dikelolanya saat ini merupakan sumber yang paling berperan dalam mewujudkan revolusi mental. Sayangnya sampai saat ini, gerakan untuk mewujudkan Revolusi Mental itu tidak jelas arahnya, bahkan cenderung berkembang kearah retorika saja. Oleh karena itu, sebaiknya pak Anies memperhatikan perkembangan kurikulum pendidikan yang diterapkan saat ini, apakah telah sesuai dan selaras dengan fungsi yang tercantum Sistem Pendidikan Nasional terutama dalam mewujudkan kemampuan kreatifitas dan kemandirian SDM bangsa.
BalasHapusSebagaimana banyak diberitakan, Institusi Pendidikan dengan kemudahan memperoleh perizinananya telah banyak menerbitkan sertifikat atau gelar yang membanggakan. Sayangnya gelar tersebut tidak dipakai oleh masyarakat alias SDM yang diluluskan oleh Institusi Pendidikan mendapat gelar pengangguran di masyarakat. Nah terkait hal tersebut sampai saat ini, tidak ada upaya dari pemerintah untuk mengerem produksi Institusi Pendidikan tersebut, bahkan yang menarik perhatian ada beberapa institusi pendidikan menggunakan jasa pengajar telah dikenai pidana korupsi. Selain itu sampai saat ini juga, tidak ada upaya pemerintah untuk mencabut semua gelar akademi yang dimiliki sesorang yang bermental korupsi atau berjiwa malpraktek terkait profesinya.
Kalau saja pak Anies mau serius mewujudkan fungsi penyelenggaraan pendidikan nasional sebagaimana yang telah ditetapkan oleh Undang Undang, pastilah program Revolusi Mental yang digalakkan Jokowi ini ,akan segera cepat diakhiri
Agustan Mauldy